Selasa, 01 Agustus 2017

Nazar (sepihak) Yefta



Ini adalah kisah yang kontroversial hingga kini. Akhir kisah ini begitu memilukan karena bertentangan dengan hati nurani manusia.
Mereka yang membaca kisah ini terbagi dalam beberapa kubu, ada yang berusaha mengambil nilai positif dari Yefta, ada yang mendiamkannya saja berharap tidak ada yang membahas, ada lagi yang menggunakannya untuk menyerang kasih Tuhan.

Bagaimana mungkin Tuhan yang Mahakasih meridhoi pengurbanan gadis perempuan?

********

Mari kita berangkat dari latar-belakang.

Yefta adalah anak dari seorang pekerja seks, diusir oleh bangsanya, lalu menjadi perampok.

Yefta adalah seorang kasar yang sedari mudanya tidak terdidik dalam Taurat.

Sebagai perampok, ia memiliki keberanian dan keahlian dalam berperang. Pada saat Israel membutuhkan tenaganya, maka tua-tua Yahudi mendatanginya agar Yefta memimpin mereka.


Yefta bukanlah seorang yang tulus. Ia berpikir secara transaksional, ia menghitung untung-rugi.
Sebelum bersedia menerima tugas dari tua-tua Yahudi maka ia meminta syarat.
Yefta mengajukan syarat agar ia diangkat menjadi panglima Gilead bila ia berhasil memenangkan peperangan.

Sesudah tua-tua Yahudi menyepakatinya, Yefta kemudian berpikir tentang Tuhan.
Bagaimanapun Yefta menyadari bahwa ia tidak mungkin bisa menang perang hanya mengandalkan pengalamannya sebagai perampok. Ia butuh Tuhan yang membelanya.

Dengan pola pikirnya yang transaksional, ia secara sepihak bernegosiasi dengan Tuhan, ia mengajukan tawar-menawar.

Sebagaimana ia memberikan syarat kepada tua-tua Yahudi agar ia bersedia menerima tugas, maka ia mengira Tuhan perlu diberi insentif agar Tuhan bersedia membantunya berperang. 
Maka Yefta kemudian bernazar.

Nazar Yefta muncul dari rasa tidak aman dirinya, ia merasa butuh jaminan agar Tuhan memberi dia kemenangan.

Apakah Tuhan membutuhkan nazar Yefta? Apakah Tuhan meminta syarat kepada Yefta?

Perhatikan ayat 29.
Lalu Roh TUHAN menghinggapi Yefta; ia berjalan melalui daerah Gilead dan daerah Manasye, kemudian melalui Mizpa di Gilead, dan dari Mizpa di Gilead ia berjalan terus ke daerah bani Amon. 


Pada saat Yefta menerima tugas dari tua-tua Yahudi dan menulis surat kepada Raja Amon, maka Tuhan mengurapi Yefta. Roh Kudus turun atas Yefta.

Barulah di ayat 30-31, Yefta bernazar.

Pertanyaannya, Roh Kudus mengurapi Yefta lebih dulu ataukah Yefta bernazar lebih dulu?
Ternyata urapan telah turun kepada Yefta sebelum ia bernazar.

Jadi sebetulnya Tuhan tidak perlu diiming-imingi persembahan, itu inisiatif Yefta sendiri. 



Mungkin ada orang berkata:
'Tapi buktinya Yefta diberi kemenangan sesudah ia bernazar, berarti Tuhan merestui nazarnya dong?'

Baiklah kini kita bicara mengenai persembahan/nazar.

Hukum Taurat mengatur dengan jelas apa saja yang layak dipersembahkan kepada Tuhan.
Tuhan jelas-jelas melawan dan mengutuk persembahan manusia.
Hewan saja tidak boleh sembarangan dijadikan korban bakaran; unta, kucing, kodok tentu tidak bisa jadi korban bakaran, apalagi manusia!

Yefta membuat sumpah berdasarkan pikirannya yang kasar, ia tidak peduli apakah persembahannya berkenan atau tidak, apakah layak atau tidak bagi Tuhan, ia tidak peduli dengan aturan Taurat, yang penting janji dulu.


Coba saja kita lihat nazar Yefta:

Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku,
maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran. 

Kalau yang melintas di pintunya adalah anjing, tentu anjing akan ia bakar kepada Tuhan.
Apakah Tuhan mau?
Tentu tidak.

Nazar Yefta has nothing to do with God, Tuhan sudah atur korban bakaran itu apa saja dan melarang keras pengorbanan manusia. Jangan libatkan Tuhan seolah Ia-lah yang meminta korban manusia.


*********

Sekarang mengenai anak perempuan Yefta.
Apakah anak perempuan Yefta mati?

Ini masih dispute para kawan....

Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: "Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku,
maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran."


Ada interpretasi bahwa bunyinya:

...(jika manusia) itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan (jika hewan) aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.

Menurut interpretasi ini, anak Yefta tidak mati, ia hidup menyepi sebagai perawan yang melayani Tuhan hingga matinya.


*********


Interpretasi lain, anak Yefta benar-benar dibunuh ayahnya.

Kisah Yefta ini masuk dalam tradisi rabbinik.


Disebutkan pada tradisi rabbinik bahwa Yefta sebenarnya bisa membatalkan nazarnya karena Taurat telah mengatur apa saja yang layak dipersembahkan. Hal-hal yang tidak layak dipersembahkan wajib ditolak.
Namun Yefta terus maju dengan pemikirannya sendiri.

Dalam tradisi rabbinik tersebut dikisahkan bahwa Yefta dan Pinehas (Imam Besar) saling mengeraskan hati,
Pinehas menolak datang menegur Yefta karena menganggap Yefta orang kasar, sementara Yefta menolak datang bertanya pada Pinehas karena mrasa berjasa sebagai pemimpin perang.

Akhirnya, anak Yefta mati, pinehas kehilangan urapan Tuhan sedangkan Yefta jatuh sakit sedmikian rupa sehingga anggota-anggota tubuhnya bergeletakan di kota-kota Gilead.

**********

Jika kita padankan pada kondisi masa kini, maka sudah ada aturan hukum, ada Alkitab, ada gereja, ada pendeta, ada imam-imam.

Jika di masa kini ada seorang ingin membunuh, apakah kita menuntut agar Tuhan sendiri yang langsung menampakkan diri untuk mencegah orang itu seperti Abraham dicegah Tuhan mengorbankan Ishak?

Kalau Abraham iya, Tuhan intervensi karena Tuhan yang menyuruh Abraham;
Kalau Yefta ini kan nazarnya dia sendiri, bukan Tuhan yang suruh.

Tuhan sudah melakukan intervensi dan mencegah melalui hukumNya,
Ia juga sudah menempatkan imam besar, imam-imam dan tua-tua di Israel untuk umatNya.

Sama seperti masa kini jika orang mau melakukan kejahatan, bukankah sudah ada aturan hukum, sudah ada aparat penegak hukum, sudah ada Alkitab, ada gereja dan ada pendeta yang bisa orang itu ajak bicara?

Sama saja misal kita bertanya, kenapa pas Daud mau membunuh Uria kok Tuhan tidak intervensi langsung?
Kenapa pas Salomo menyembah berhala kok Tuhan tidak menampakkan diri langsung?
Kenapa pas Hawa mau makan buah kok Tuhan tidak langsung berdiri di sampingnya?

Begitulah Tuhan telah menugaskan orang-orangNya untuk mencegah kejahatan keji, Tuhan juga sudah memberikan hukumNya. Sekarang tergantung bagaimana kemauan manusia itu sendiri.


Nazar Yefta bukanlah dari Tuhan, bukan juga kemauan Tuhan,

Nazar Yefta adalah kemauan Yefta sendiri yang berasal dari pikirannya yang tidak mau mengenal Taurat.

Tuhan Yesus memberkati.




Tidak ada komentar:

Faith of God

Markus 11:22 Yesus menjawab mereka: "Percayalah kepada Allah!   Konteks dari ayat ini adalah kisah pohon ara yang dikutuk...