Kamis, 11 Juli 2019

Lead Us Not Into Temptation


Yak 1:12-13
Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.
Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapapun.


Ada pertanyaan yang menarik:

Pencobaan itu dari mana sih? Kenapa ada ayat mengatakan pencobaan datang dari Tuhan sedangkan ayat lain mengatakan pencobaan datang dari Iblis? Bukankah Abraham dicobai oleh Allah?

Dalam Yakobus 1:12-13 ada 2 ide utama mengenai pencobaan:
Di ayat 12, kita dihimbau untuk berbahagia saat melewati pencobaan.
Di ayat 13, kita diberitahukan bahwa pencobaan tidak datang dari Bapa.

Mengapa seolah kontradiktif?
Kata 'pencobaan' berasal dari kata dasar peirasmos. Peirasmos bisa berbeda makna tergantung konteksnya.

Misalnya di bahasa indonesia ada kata 'kegelapan'.
Kegelapan bisa berarti kondisi tanpa penerangan, bisa juga berarti kuasa roh jahat. Jadi tergantung konteksnya.

Peirasmos bisa bermakna dua,
1. Ujian
2. Godaan

Kapan itu bermakna ujian dan kapan bermakna godaan semua tergantung konteksnya.

Yakobus 1:12 bicara tentang ujian (test, examination).


Berbahagialah orang yang bertahan dalam UJIAN, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah

Ujian datang dari Tuhan, kita diuji setiap hari.


Ayub 7:18
dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?


Hasil ujiannya adalah buah. Ujian adalah kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita untuk mengeluarkan buah.

Yakobus 1:13 bicara tentang godaan (temptation). Godaan itu muncul dari keinginan daging manusia.

Apabila seorang DIGODA, janganlah ia berkata: "GODAAN ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat di-GODA oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mengGODA siapapun.  

Godaan bukan datang dari Tuhan. Tuhan tidak menggoda siapapun dan Tuhan tidak bisa digoda siapapun.

   
Meminta Hikmat Allah

Di ayat 5 Yakobus menasihati kita untuk meminta hikmat kepada Tuhan agar dapat membedakan antara ujian vs godaan. Kita butuh hikmat agar memisahkan mana yang dari Tuhan, mana yang keinginan daging kita sendiri.

Terhadap ujian, kita menanggungnya dengan sabar karena ada buah sesudah ujian tersebut.
Terhadap godaan, kita pergi keluar dari itu dengan segera.

Orang yang salah melihat godaan sebagai ujian bisa saja mencoba menanggung godaan itu dengan sabar tanpa menyadari bahwa itu bukan pengaturan Tuhan.


Marilah kita berdoa kepada Tuhan meminta hikmat dariNya untuk bisa mengenali setiap kejadian dalam hidup kita sehingga kita paham mana yang kita tanggung dengab sabar dan mana yang kita harus segera lepas.


Membedakan Ujian & Godaan

Apa sajakah bedanya ujian dan godaan?
Tulisan ini bersifat tips praktis atau pembedaan sekilas pandang. Untuk membedakan dengan akurat, seorang harus meminta hikmat Tuhan.



1. Faktor keinginan

Yak 1:14
Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.

Apa sih yang membuat sesuatu menjadi godaan? 
Yang membuatnya adalah 'keinginan'. Saat faktor keinginan itu ada maka itu jadi godaan.
Keinginan akan apa? Akan kesenangan dan kenikmatan.

Misalnya saya masuk ke sebuah jalanan yang tidak ada orangnya. Di situ ada sebungkus plastik berisi uang tunai, saya perkirakan sekilas pandang jumlahnya 100 juta. Tumpukan uang tersebut akan muat di tas saya. Saya tunggu 10 menit tidak ada orang yang lewat, saya lihat kanan-kiri tidak ada cctv. Apakah yang membuat tumpukan uang 100 juta tersebut menjadi godaan bagi saya untuk memilikinya? 

Jika saat itu saya sedang butuh uang, mungkin bayar hutang atau sedang ingin membeli suatu barang, mungkin sedang ada kebutuhan mendesak, maka di saat itulah uang tersebut jadi godaan bagi saya, godaan kemudahan. Namun jika saat itu saya tidak sedang kekurangan uang, tidak sedang ada kebutuhan mendesak, tidak berhutang, tidak ada barang yang ingin saya beli, maka uang itu tidak jadi godaan bagi saya.
  
Seorang pria berada di sebuah ruang kerja kecil bersama 4 orang wanita, semuanya cantik-cantik. Jika ia sedang dalam keadaan baik dengan isterinya, maka ke-4 wanita itu bukan fokus bagi dia. Bila ia sedang dalam keadaan hampa dengan isterinya, ke-4 wanita itu berubah jadi godaan baginya. Kenapa? Karena ia sedang punya keinginan pribadi, keinginan akan kesenangan.

Jadi tumpukan uang dan kumpulan wanita itu bersifat netral. Yang membuat itu godaan adalah apa yang ada di dalam diri kita. Apakah kita sedang punya keinginan akan kemudahan dan kesenangan?
Jikapun Tuhan meletakkan tumpukan uang dan kumpulan wanita di suatu tempat, akankah itu menggoda kita atau tidak semua tergantung pada keinginan yang ada dalam hati kita.

Bisa terlihat bedanya?

Ya, setan akan berbisik, bisikannya itu pancingan, yang dipancing adalah keinginan kita.

'Kamu kan lagi butuh untuk...'
'Uang itu bisa lho dipakai untuk...'
Semua bisikan itu untuk membesar-besarkan keinginan yang sudah ada supaya menjadi kesenangan dan kemudahan.

Yakobus berkata godaan tidak akan kita rasakan bila tidak ada keinginan. Jika keinginan itu dilakukan maka dia menjadi dosa. Keinginan-keinginan kitalah yang menggoda kita. Tuhan tidak meletakkan keinginan-keinginan itu. Setan memancing apa yang sudah ada sebelumnya. Jika keinginan itu tidak ada, kita akan mudah saja mengabaikan suara bisikan tersebut.

Dari sebelum kita mengenal Tuhan, kita dibesarkan dalam dunia dengan segala keinginan-keinginannya. Keinginan-keinginan ini masuk ke dalam kita, keinginan-keinginan ini membangkitkan gambaran kesenangan dan kemudahan, semua ini bukan dari Tuhan tapi dari dunia. Sesudah bertobat, keinginan ini mungkin saja terbenam namun di kala tertentu setan akan berusaha membangkitkan semua itu.

Bagaimana dengan ujian?
Biasanya, ujian itu sesuatu yang tidak diinginkan seseorang.
Mengapa? Karena tidak memberikan kemudahan dan tidak menyenangkan.

Tanyakan pada benak kita secara jujur, apakah kita mau berada dalam situasi ini? Jika kita tidak mau, itu tanda awal suatu ujian.
Kalau godaan, kita mungkin terpikir: 'Sepertinya enak juga ya kalau begitu.'
Jika saat kita disuguhkan sesuatu, kita lihat hati kita, saya berhasrat atasnya atau tidak, saya merasa akan menikmatinya atau tidak, saya terpikir kemudahannya atau tidak.

Saringan pertama ujian vs godaan,
Ujian menunjukkan apa yang Tuhan inginkan namun membangkitkan ketidakinginan kita, Godaan menunjukkan apa yang Tuhan tidak inginkan namun membangkitkan keinginan kita.

Ujian diberikan pada manusia untuk melihat seberapa seseorang mengasihi Allah.
Tanda orang yang mengasihi Allah adalah melakukan kehendakNya.
Masalahnya, kehendak Allah kadang tidak sama dengan keinginan manusia.

ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.

Di dalam ujian, kita akan tau apa yang Tuhan inginkan hanya mungkin kadang kita coba menyangkalinya.

Saat Abraham diuji Allah, ia melakukan apa yang tidak ia inginkan.
Saat Ayub diuji Allah, ia mengalami apa yang tidak ia inginkan.
Saat Tuhan Yesus berada di taman getsemani, Ia dihadapkan pada apa yang tidak Ia inginkan. Namun semua menindaklanjutinya dengan ketekunan dan ketaatan. Hasilnya adalah buah yang kekal.

Kita akan langsung sadar saat kita mengalami hal yang tidak kita inginkan, begitu juga kita akan langsung tau apa yang Tuhan ingin proses dalam diri kita.
Apakah kita mau bertekun di dalamnya atau tidak, itu yang jadi pertanyaan.

Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah


2. Faktor Tujuan 

Dalam hal ini marilah kita membandingkan antara Sekolahan dan Persidangan.

Sekolah tidak diciptakan untuk tidak meluluskan siswa. Sekolah diciptakan untuk mendidik dan mengembangkan seseorang. Ketidaklulusan bukan menjadi target dan nilai dari sebuah sekolah. Kelulusan dan pembentukan siswa ke arah lebih baik adalah tujuan sekolah.

Sekolah memiliki ujian, ujian akan menunjukkan tingkat kualitas siswa untuk naik pada level yang lebih tinggi.

Persidangan beda lagi. Dalam persidangan semua fakta dibeberkan, penuntut umum berdiri di seberang tersangka dengan tujuan menunjukkan keburukan dan kesalahan tersangka.

Persidangan adalah upaya untuk menjatuhkan seseorang.

Jadi kita membedakan ujian dan godaan juga dari tujuannya. Jika sesuatu saya lakukan, adakah saya jadi semakin naik level dalam Tuhan, ataukah jika saya lakukan maka saya turun level dalam Tuhan.

Apa yang membuat kita naik level adalah dari Tuhan dan biasanya nggak enak buat daging,
Apa yang membuat kita turun level adalah dari kegelapan dan biasanya enak buat daging.

Yang jadi ujian kita lakukan, yang dari godaan kita abaikan.


3. Faktor Persiapan 

Karena ujian datang dari Tuhan, Ia pasti sudah memberikan materi, waktu dan modal yang cukup bagi seseorang untuk melewatinya. Bagaimana urusan orang tersebut memanfaatkan, itu beda lagi topiknya.

Apabila seseorang telah memanfaatkan persiapan dari Tuhan, maka apa yang akan datang alhasil menjadi ujian. Ia sudah siap sebetulnya untuk naik tingkat (atau sudah dipersiapkan), yang perlu ia hadapi adalah ketidak-enakan ketidak-nyamanan dagingnya.

Apabila seseorang tidak memanfaatkan persiapan dari Tuhan, maka apa yang akan datang alhasil menjadi godaan, ia tidak punya cukup kekuatan sehingga ia tertarik pada yang enak di dagingnya dan menjatuhkan dirinya. 

Bahkan, jika seseorang menyerap persiapan dari Tuhan, yang harusnya ujian sukar bisa saja menjadi ujian yang mudah.

Bukankah 'kuk' yang Ia pasang itu enak dan 'beban' yang Ia pasang itu ringan?
Ia mempersiapkan semua orang lho.


------

Bukan pada Pemberi, Bukan pada Kejadian, Tapi pada yang Mengalami

Melihat ke-3 faktor tersebut yang saling terkait, memang sukar jadinya untuk membedakan dengan mudah ujian dengan godaan, karena ujian dan godaan bukan kejadian yang berdiri sendiri; sebelumnya sudah ada rangkaian peristiwa yang mendahuluinya.

Jika seseorang jatuh tergoda pada wanita cantik, apakah Tuhan yang mendatangkan wanita cantik itu?

Bisa jadi iya.
Tuhan datangkan. Tidak Tuhan datangkan pun pasti wanita cantik akan hadir suatu hari.

Namun Tuhan sudah siapkan orang itu untuk menghadapinya tanpa jatuh. Bagaimana orang itu menjalani masa persiapan itu yang membedakan apakah wanita cantik itu jadi godaan, atau orang itu akan menghadapinya dengan wajar saja. 

Kejadian yang sama bisa mengarah jadi godaan, bisa juga bukan apa-apa, semua tergantung kondisi si manusianya. Kita tidak menyalahkan Tuhan bila wanita cantik jadi godaan bagi seseorang. Kan nggak semua laki-laki normal akan serta-merta tergoda wanita cantik.

Ngga semua tumpukan uang tunai ratusan juga akan jadi godaan, bisa juga orang bersikap biasa saja.

Allah mempersiapkan semua orang agar mereka tidak tergoda.

Allah tidak pernah menginginkan seseorang jatuh dalam godaan. Allah bahkan ingin ujian dilalui dengan mudah, dengan enteng.

Jadi godaan atau ujian bukan tergantung siapa yang memberi, bukan juga tergantung apa isi kejadiannya, tapi tergantung manusia yang mengalaminya.

Wanita cantik yang nafsuan itu netral,
Uang milyaran itu netral,
Pangkat, jabatan, kedudukan tinggi itu netral,
Liburan ke luar negeri gratis juga netral.

Jika si manusia punya keinginan terhadapnya, itu godaan;
Jika tidak ada, itu kejadian biasa saja.

Begitu juga ujian,
Jika Tuhan memberi ujian dan orang itu sudah menyerap persiapan,
Maka apa yang Tuhan datangkan akan ia lakukan dengan mudah, tidak banyak pertimbangan, mungkin juga sewajar kejadian sehari-hari.

Menyumbang uang dalam jumlah besar, itu netral,
Memberi saat kekurangan, itu netral,
Memberitakan Injil, itu netral,
Yang bikin susah dan berat kan ketidak-inginan di dalam diri orang itu.

Jika si manusia punya ketidak-inginan dalam dirinya, itu ujian;
Jika tidak ada, itu kejadian biasa saja.

Persiapan untuk menghadapi semua itu sudah Tuhan berikan jauh sebelumnya.

-----

Kembali pada topik semula:

Lead Us Not Into Temptation, Jangan Membawa Kami Masuk Dalam Cobaan.

Orang bisa saja membaca tulisan di atas dan berkata:
'Oh Allah akan membawa orang masuk dalam cobaan, maka kita berdoa supaya jangan terjadi.'

Tuhan Yesus dicobai Iblis.
Kita sudah belajar bahwa Tuhan Yesus diuji oleh Iblis.
Roh Kuduslah yang mengatur skenario agar Tuhan diuji oleh Iblis.


Dengan mengucap doa tersebut, kita memohon agar Tuhan senantiasa mempersiapkan kita, dan kita sendiri menyadari bahwa Tuhan terus mempersiapkan kita, agar apa yang kelak datang kepada kita tidak akan menjadi godaan melainkan jadi ujian bagi kita, atau hanya sekadar kejadian biasa belaka.

Tuhan Yesus memberkati.





Rabu, 10 Juli 2019

The LOGOS


The LOGOS

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,
tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:
apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.
(Rm 12:2) 

Para kawan, saya sering mendengar di lingkungan gereja, khususnya karismatik istilah: 

'Jangan cuma Logos, harus jadi Rhema,' 
'Harus terima Rhema, jangan hanya membaca Logos,' 
'Rhema lebih penting dari Logos,' 
dan lain sejenisnya.

Saya juga pernah membaca artikel dari Bro BP (SarapanPagi.org) bahwa terminologi Logos dan Rhema itu sama maknanya, yaitu ucapan/perkataan. Jadi pembedaan istilah Logos dan Rhema itu hanya praktek ekstrim dari denominasi karismatik.

Namun yg memancing rasa penasaran saya, bukankah Yesus Kristus adalah Sang Firman Allah yang (dalam bahasa Yunaninya) disebut LOGOS?

Kl Tuhan Yesus adalah LOGOS, bukankah itu menjadikan LOGOS segala-galanya dan terutama?

Mengapa Logos kok terkesan kurang utama?
Saya jadi tertarik menyelidiki tentang Logos.

-----

Pada mulanya adalah Firman,
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu adalah Allah.
(Yoh 1:1) 

Terjemahan:

Pada ARCHE adalah LOGOS,
LOGOS itu bersama-sama dengan THEOS dan
LOGOS itu adalah THEOS.
(Yoh 1:1) 

Arche dalam nas tersebut tidak terbatas pada 'mula waktu' atau hanya keterangan yang menunjuk waktu. Bahasa Indonesia memang dapat mengesankan demikian walau makna arche lebih dalam dari itu. 

https://en.wikipedia.org/wiki/Arche  

Arche (/ˈɑːrki/; Ancient Greek: ρχή) is a Greek word with primary senses "beginning", "origin" or "source of action" (εξ’
ρχής: from the beginning, οr εξ’ ρχής λόγος: the original argument), and later "first principle" or "element", first so used by Anaximander (Simplicius in Ph. 150.23). By extension, it may mean "first place, power", "method of government", "empire, realm", "authorities" (in plural: ρχαί), "command". The first principle or element corresponds to the "ultimate underlying substance" and "ultimate undemonstrable principle". In the philosophical language of the archaic period (8th to 6th century BC), arche (or archai) designates the source, origin or root of things that exist. In ancient Greek philosophy, Aristotle foregrounded the meaning of arche as the element or principle of a thing, which although undemonstrable and intangible in itself, provides the conditions of the possibility of that thing.  

Rasul Yohanes menggunakan bahasa filosofis Yunani. Arche diartikan 'sumber' atau 'prinsip utama yang mengatur segala sesuatu'.

Sumber dan prinsip yang mengatur segala sesuatu adalah LOGOS. Segala yang ada di dalam alam semesta yang terlihat maupun tidak terlihat bersumber dari LOGOS dan diatur prinsipnya oleh LOGOS. 

Apa itu LOGOS? 

Logos (UK: /ˈloʊɡɒs, ˈlɒɡɒs/, US: /ˈloʊɡoʊs/; Ancient Greek: λόγος, romanizedlógos; from λέγω, légō, lit.
'I say') is a term in Western philosophy, psychology, rhetoric, and religion derived from a Greek word variously meaning "ground", "plea", "opinion", "expectation", "word", "speech", "account", "reason", "proportion", and "discourse". It became a technical term in Western philosophy beginning with Heraclitus (c. 535 – c. 475 BC), who used the term for a principle of order and knowledge

Kata 'Logos' secara harafiah berarti 'perkataan' namun dalam konteks nas tersebut, LOGOS lebih tepat disebut Logika atau Pikiran. Perkataan adalah buah dari logika dan pikiran pengucapnya.

Jadi nas tersebut bermakna: 

Prinsip utama yang mengatur segala sesuatu adalah Logika atau Pikiran Allah. 

Jika dibalik maka menjadi:
Logika/Pikiran Allah merupakan prinsip utama yang mengatur segala sesuatu.

-----

Beberapa orang menyamakan logos dengan 'tulisan firman Tuhan', maka itu muncul istilah 'bacalah logos namun dapatkanlah rhema'. Jika dipadankan dengan makna logos di atas maka istilah ini jadi salah kaprah. 
Logos itu bukan dibaca, Logos itu dipahami dan diselami.

Perjuangan manusia di muka bumi ini adalah memahami pikiran Allah sejauh yang Allah tunjukkan kepada dia. Bukankah kita berdoa, 'Tunjukkanlah rencanaMu?' 
Rencana dan rancangan Allah, itulah Logos: Isi pikiran Allah.

Dengan memahami pikiran/logika Allah untuk sesuatu hal/situasi, maka manusia memperoleh hikmat dan pengertian untuk bertindak di dalam jalan dan rencanaNya.

Lalu tulisan firman Allah itu apa? Istilah yang tepat adalah 'graphe'. Alkitab berisi graphe (tulisan) yang diinspirasikan Roh Kudus. Dari kumpulan graphe tersebut, kita berusaha memahami LOGOS.

Ketika kita mendapatkan pemahaman tentang logos Allah, maka kita mengerti pikiran Allah / logika Allah di balik sesuatu hal. Inilah yang disebut hikmat, beberapa menyebutnya pewahyuan.

Ini bukan 'rhema' lho.

Mendapat 'logos' berarti memperoleh pengertian akan sekelumit pikiran Allah yang tiba-tiba memenuhi pikiran, hati dan benak kita. Seketika kita memahami mengapa begini, mengapa begitu, apa alasannya, apa rencana Tuhan, apa tujuan Tuhan dan sebagainya. Dari situ kita paham posisi kita dan apa yang kita perlu lakukan.

Kita membaca Alkitab (graphe) untuk mendapatkan logika Allah (logos). Sekali logika Allah kita dapatkan, hikmat tersebut akan terus melekat pada kita. Itulah logos menjadi daging, (sekelumit) pikiran Allah menjadi bagian dari hidup kita. 

Rhema itu apakah? 

Rhema dalam konteks ini dimaknakan 'perkataan yang dinamis'. 

Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran akan RHEMA Kristus
(Rm 10:17) 

Secara dinamis, Tuhan akan berbicara kepada manusia. Perkataan yang Ia sampaikan pada suatu kesempatan khusus adalah rhema. Rhema dari Tuhan tidak pernah sia-sia, Rhema pasti membangkitkan iman.

Mendapatkan rhema berarti mendengarkan.

Jadi Graphe kita baca, 
Rhema kita dengar, 
Logos kita pahami.

Pertanyaan berikutnya, mana lebih esensi, mana lebih utama?
Selama ini orang mengira Rhema lebih utama. 
Tidak, Logoslah yang terutama. 

Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu, segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku
(Yoh 15:15) 

Mungkinkah seorang hamba Tuhan diberi perintah oleh Tuhan: 'Lakukan ini!' tapi hamba Tuhan itu tidak mengerti untuk apa perintah tersebut, apa tujuannya dan apa rencana Tuhan?

Sangat mungkin.

Itulah rhema tanpa logos.

Rhema tanpa logos masih ada gunanya, yaitu menunjukkan ketaatan; namun apa yang jadi pikiran dan isi hati Tuan tidaklah dipahaminya.
Hamba itu akan jadi sangat tergantung pada rhema.

Saya pernah bertemu dan mengalami sendiri ketergantungan pada rhema.
Orang yang harus mendapat perkataan dari Tuhan sebelum melakukan apapun. Tanpa perkataan Tuhan, ia tidak percaya diri dan takut melangkah.

Di sisi lain, orang yang memahami logos dapat melangkah tanpa butuh rhema. Ia sudah diberi pemahaman mengenai prinsipnya. Sekali Anda paham gravitasi (sebuah prinsip), Anda akan tau kapan melompat, kapan lari, kapan diam, kapan berhenti tanpa membahayakan nyawa. Anda tidak perlu menunggu perintah.

Graphe adalah modal kita untuk memahami Logos, Rhema adalah pelengkapnya.
Memahami logos (logika) Allah adalah pencarian hidup kita.

Segala yang kita alami, yang kita pelajari dan lakukan seharusnya membawa kita makin memahami LOGOS.

Semakin kita paham LOGOS, semakin kita memiliki pikiran Kristus karena Kristus adalah LOGOS Allah dalam hidup kita.

Dari situ kita kembali pada ayat di awal tulisan ini: 

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,
tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah:
apa yang baik (GRAPHE),
yang berkenan kepada Allah (RHEMA)
dan yang sempurna (LOGOS).
(Rm 12:2)

Semua tulisan firman Allah (graphe) pastilah baik.
Orang yang tidak percaya Yesus Kristus jika ia mengambil sepotong perkataan Kristus manapun juga dan mempraktekkannya dalam hidup, ia akan dikenal sebagai orang baik.

Ada lagi orang-orang yang mengejar ucapan Allah yang dinamis. Mereka mau Tuhan menunjukkan akan ke kiri atau kanan, akan ke depan atau belakang, akan bergerak atau diam, menikah dengan A atau B, itu semua berkenan kepada Allah, namun bila ia tidak tau alasan/logika Allah di baliknya, ia akan terus dependen, cenderung pasif, atau ia klaim sana klaim sini atas pikirannya sendiri.

Targetnya Allah adalah seseorang memahami Logika atau Pikiran Allah, di situ ia bisa menangkap sebagian dari kepribadian dan karakter Allah, ia akan semakin mengenal Allah, orang ini bebas merdeka bertindak atas dasar pengertian atas kehendak Allah.

Tuhan Yesus memberkati.




Faith of God

Markus 11:22 Yesus menjawab mereka: "Percayalah kepada Allah!   Konteks dari ayat ini adalah kisah pohon ara yang dikutuk...